Pertanda ‘Bangun Tidur’ Dunia Sastra Indonesia Sasetya Wilutama Dengan Buku Antologi Cerpen

Indonews.tv-Surabaya – Adalah Sasetya Wilutama, sosok kalem terlihat sederhana memang sangat identic dengan orang pekerja seni kreatif, yang kali ini sebagai seorang penulis. Ditemui di lobby Hotel Quds Royal daerah Ampel, Sas panggilan akrabnya sedang mengikuti acara bedah seni bersama sahabat-sahabtnya, dan kali ini indonews.tv berkesempatan berbicang santai tentang seputar buku yang ditulisnya.
Buku Antologi Cerpen “Wali Katon” yang ditulis dalam bahasa Jawa dan bahasa Indonesia, karya Sasetya Wilutama diluncurkan di lobby hotel Quds Royal di kawasan Ampel hari Sabtu (17/12) lalu. Peluncuran buku karyanya bersamaan dengan peluncuran buku kumpulan cerpen “Runtah” karya sohibnya, Imung Mulyanto.

Menurut Sas, Kumpulan cerpen dan cerkak ini ibarat pertanda “bangun tidur,” maksudnya menandai masa vakum dalam dunia tulis menulis, khususnya sastra.

“Tahun-tahun sebelumnya saya tertidur karena kesibukan yang sangat padat sebagai pekerja televisi. Saya nyaris vakum dari kegiatan menulis sastra,” kata mantan redaktur majalah berbahasa Jawa Penyebar Semangat ini

Menengok perjalanannya dalam menulis sastra, sebenarnya medio 1980 – 1990-an dia cukup produktif menghasilkan karya sastra, khususnya cerpen dan cerkak. Karyanya banyak menghiasi halaman surat kabar dan majalah. Antara lain di Kompas, Jawa Pos, Surabaya Post, Surya, Horison, Kartini, Gadis, Penyebar Semangat, dan sebagainya.

“Namun, karena kelalaian saya, kini tak satu pun dokumentasi karya itu tersimpan. Khawatir kelalaian itu berulang, maka saya kumpulkan karya-karya saya dalam bentuk buku antologi ini,” ujar jurnalis yang sekitar lima belas tahun bergabung di SCTV dan dilanjut ke beberapa tv lokal , antara lain di Arek TV, Bojonegoro TV dan jetset channel Jakarta ini.

Unik. Dalam buku antologi ini, karya cerpen dan cerkak digabungkan. Bahkan, kata Sasetya, jika bisa menulis dalam bahasa Sunda atau Madura, tentu juga akan digabungkan.

“Bukan semata karena saya bisa menulis dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Ibu (Jawa), namun saya menganggap bahwa karya sastra adalah karya universal, tidak ada batasan pemakaian bahasa. Juga tidak ada dikhotomi bahwa karya sastra berbahasa Indonesia lebih baik atau lebih mentereng dari karya sastra Jawa. Begitu juga sebaliknya. Karya sastra yang dituangkan ke dalam bahasa nasional maupun bahasa daerah mempunyai hak yang sama untuk dihargai, mempunyai kualitas yang sama untuk memperkaya khasanah literasi dan sastra Indonesia,” tuturnya..

Sepertinya Sas kini benar-benar “bangun tidur.” Begitu buku perdananya, “Wong Katrok Merambah Media,” diluncurkan September 2025 lalu, dia seperti kecanduan ingin segera menerbitkaan buku lagi. Kini hari-harinya lebih banyak diisi dengan menulis dan berburu arsip tulisan-tulisan terdahulunya.

Dari hasil perburuannya, ketemulah 5 buah cerpen dan 8 cerkak yang pernah ditulisnya pada kurun 2022 hingga 2025. Baik cerpen maupun cerkaknya kebanyakan mengangkat pahit getirnya problema kehidupan wong cilik. Struktur bertuturnya maju mundur, kebanyakan memakai pendekatan flash back, terutama untuk memberi obligatory fact. Plot yang digunakan mirip-mirip. Selalu ada kejutan dan ketegangan sehingga mengikat ketertarikan pembaca untuk mengikuti hingga akhir. Ada pengkhiatan tak terduga, identitas tersembunyi, dan perubahan sudut pandang.

Pengkhianatan tak terduga misalnya dapat ditemui pada cerkak “Pawakan.” Bayangkan betapa remuk redam dan sakitnya hati seorang istri memergoki suaminya berselingkuh dengan anak perempuannya sendiri dari suami sebelumnya. Unsur kejutan nyaris dapat ditemui pada seluruh cerpen maupun cerkak. Tetapi yang paling terasa misalnya ada pada cerkak “Wali Katon” dan cerpen “Ibu Hanya Ingin Dimengerti.”

Lima tahun terakhir, Sasetya memang sangat fokus merawat kedua orang tuanya yang sudah sepuh dan sakit-sakitan hingga akhir hayat. Maka lahirlah cerpen dan cerkak dengan tokoh ayah dan ibu. Misalnya cerpen “Sang Pewaris,” “Ayah Menyanyi,” dan “Ibu Hanya Ingin Dimengerti.” Lalu cerkak “Wali Katon,” yang dipakai sebagai judul buku, dan “Bapak Wis Mesem.” (@red)

Related Posts

About The Author

Add Comment

Momen penting ANDA perlu diliput televisi ? hub kami "indonews.tv" Logo WA dibawah

X