Refleksi Sumpah Pemuda :
INDONESIA RESTART
MARI BUNG REBUT KEMBALI
Oleh : Sila Basuki, SH. MBA.
INDONEWS.TV- Refleksi berarti menengok ke belakang sejenak untuk merenungkan kembali apa yang sudah terjadi dan dilakukan.
Sejarah Indonesia mencatat, bahwa Kongres Pemuda Kesatu dan Kongres Pemuda Kedua, menjadi bukti adanya motivasi atau latar belakang – sekaligus pemantik – timbulnya rasa Persatuan dan Kesatuan Rakyat (Pribumi, Aseli) Indonesia, sehingga mendorong Keinginan Luhur untuk MERDEKA dari Penjajah Pemerintah Kolonialisme HINDIA BELANDA ketika itu.
Kongres Pemuda Kesatu dilaksanakan pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Lapangan Banteng, Jakarta, tepatnya di Gedung Vrijmetselaarsloge atau gedung Bappenas Pemerintah Penjajah Hindia Belanda.
Adapun Kongres Pemuda Kedua dilaksanakan pada tanggal 27 – 28 Oktober 1928, di Gedung Indonesische Clubgebouw. Dalam rapat tersebut, Mohammad Yamin menguraikan tentang arti penting persatuan untuk kebangsaan. Menurutnya terdapat beberapa faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia, yaitu persamaan KULTUR, BAHASA, dan HUKUM adat.
Rapat kedua dalam Kongres Kedua terjadi pada Minggu, 28 Oktober 1928 di Gedung Oost – Java Bioscoop membahas masalah pendidikan. Anak-anak harus dididik untuk memiliki karakter yang baik dan cinta tanah air. Anak-anak juga harus diberikan pelajaran merdeka tanpa melalui perintah ataupun pemaksaan.
Makna Sumpah Pemuda :
Peristiwa sumpah pemuda dilatarbelakangi oleh munculnya DORONGAN UNTUK BERSATU dalam diri pemuda Indonesia “yang terbelah” akibat perbedaan suku, agama, ras dan adat.
Mengutip Mahda Ahdiyat dalam “Gelombang Semangat Sumpah Pemuda” (2021), masing – masing poin dalam Sumpah Pemuda memiliki makna sebagai berikut :
1. MEMBELA TUMPAH DARAH YANG SATU, yakni tanah air Indonesia. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote. Meskipun terdiri atas ribuan pulau yang dipisahkan oleh laut, tapi pada hakikatnya adalah SATU.
2. MENJADI “BANGSA” YANG BERDAULAT DAN BERSATU – BANGSA INDONESIA.
3. Menggunakan bahasa persatuan yakni BAHASA INDONESIA. Bahasa Indonesia menjadi bahasa yang mempersatukan suku ras, dan etnis yang berbeda tanpa menghapuskan bahasa ibu masing-masing.
Tujuan Sumpah Pemuda adalah “Mengangkat HARKAT dan MARTABAT Rakyat Indonesis Asli (Pribumi)”
Oleh karena itu, SEKARANG, di era ini, dengan menimbang segala bentuk ketidakadilan yang makin menggejala. NOKTAH HITAM dalam wujud berbagai kebijakan publik oleh penguasa yang kontra produktif dan didukung oligarki serta anasir asing.
Terutama juga isue strategis, berangkat dari fenomena sosial politik yang kini semakin hangat dan memanas (_trending topic_) adalah : PRIBUMI beserta TANAH sebagai “wahana produksi” dan HAK DASAR RAKYAT, khususnya kasus REMPANG dari masyarakat pribumi MELAYU yang dijarah, dirampok – mengatasnamakan INVESTASI dan PEMBANGUNAN.
Tak boleh dibiarkan jadi preseden hukum kebiasaan buruk. Bila itu dibiarkan, maka lunaslah anak cucu kita hanya akan jadi obyek penderita di atas tanah ibu pertiwi. Sementara pendatang akan jadi penjajah yang kaya raya di negeri ini. Contohnya bisa kita saksikan di Palestina, Australia, Singapura, Amerika, Tibet, Tajikistan (sekarang Xianjiang), Myanmar, Afrika Selatan. Tapi juga terjadi di PIK (Pantai Indah Kapuk), Perumahan di Pantai Reklamasi (tanah oloran) lain, di tepian pantai Indonesia.
Sesungguhnya di luar hal tersebut di atas, terlalu banyak sekali persoalan karut marut akibat mal praksis dalam idiologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan Indonesia.
Para ahli menyatakan TELAH TERJADI KERUSAKAN TOTAL Tata Negara, Tata Pemerintah dan Tata Masyarakat. Indonesia perlu Re-Start.
Selanjutnya memperhatikan isi Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan :
“Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Demi mengingat Nilai – nilai PANCASILA dan UUD 1945 Pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (sebelum amandemen) :
Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
MPR : adalah Lembaga Tertinggi Negara, pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, penjelmaan seluruh rakyat, pusat segala kekuasaan negara. MPR terdiri dari unsur semua anggota DPR + Utusan Daerah dan Golongan.
Mengingat lagi : Pribumi (disebut pula orang aseli atau penduduk aseli) adalah masyarakat yang merupakan keturunan penduduk awal dari suatu tempat, dan telah membangun kebudayaannya di tempat tersebut dengan status aseli (_indigenous_) sebagai kelompok etnis yang bukan pendatang dari daerah lainnya : pasal 163 Indische Staatsregeling (I.S.) dan pasal 131 I.S.
Sementara, Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian adalah sebuah perjanjian internasional (multirateral). Perjanjian tersebut ditetapkan pada 23 Mei 1969, dan mulai berlaku pada 27 Januari 1980. Konteksnya adalah perlindungan hukum bagi pribumi (bangsa aseli, turun temurun) di berbagai negara – termasuk Indonesia.
INDONESIA RESTART MARI BUNG REBUT KEMBALI
|
24/10/2023 |