Indonews.tv – Sebagai seorang Motivator, Hayomi Gunawan yang biasa dipanggil Bram Hayomi ini tergelitik untuk menulis sebuah poin penting tentang yang disebutnya “ Kebenaran Baru Ala Netizen”
Dunia sekarang memang beda dari jaman dulu, itu sudah tidak bisa dibantahkan, sebagai contoh, kalo dulu kita ditanya sama orang tua, paman, tante, tetangga dan lain-lain. “Cita-cita kamu mau jadi apa kelak kalo sudah dewasa nak ?, maka sudah menjadi trend yaitu jadi dokter, tentara, polisi, PNS” tapi coba kalo sekarang ? anak muda sekarang sudah sangat berfariasi cita-citanya, contoh saja mereka ada yang ingin jadi youtuber, padalah hal dulu sama sekali tidak terpikirkan, selain itu cita-cita ada yang ingin jadi pekerja platform digital besar seperti Google, Youtube atau Twitter dan lain-lain, selain dokter dan tentara dan lain alin masih juga mejnadi pilihan utama, Ini jelas mengubah alur cerita perjalanan cerita manusia jaman kini,
Setelah melalui kajian studi kasus melalui pengumpulan data lewat pemberitaan di berbagai media Sosial, Televisi Analog dan berbagai sumber maka gambaran umum tentang beberapa faktor psikologis yang mungkin mempengaruhi perilaku orang pada tahun 2024 dan kaitannya dengan dunia informasi sekarang ini adalah sebagai beikut :.
Media sosial telah menciptakan apa yang sering disebut sebagai “kebenaran baru” yang terkadang terkesan semakin kehilangan kendali positif. Fenomena ini terutama terkait dengan penyebaran informasi yang salah atau bias yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat tentang berbagai isu. Berikut adalah beberapa aspek tentang kebenaran baru yang diciptakan oleh media sosial:
1. Penyebaran Informasi yang Tidak Akurat: Media sosial memungkinkan informasi untuk menyebar dengan cepat dan luas, terlepas dari kebenaran atau validitasnya. Hal ini dapat mengakibatkan penyebaran berita palsu, rumor, dan teori konspirasi yang tidak didasarkan pada fakta. Karena setiap manusia (pribadi) yang memiliki Gadget bisa dengan bebasnya meng Upload apapun yang dianggapnya secara pribadi menarik atau perlu di sebar, padahal mereka sangat tidak peduli dengan dampak yang ditimbulknnya
2. Filter Bubble dan Echo Chamber: Algoritma media sosial cenderung menyesuaikan konten yang ditampilkan kepada pengguna berdasarkan preferensi dan perilaku online mereka. Ini menciptakan apa yang disebut sebagai “filter bubble” di mana pengguna hanya terpapar pada sudut pandang yang sama, memperkuat keyakinan yang sudah ada dan mengisolasi mereka dari pandangan yang berbeda. Ini dapat menghambat kemampuan seseorang untuk melihat sudut pandang yang berbeda atau untuk mempertimbangkan informasi yang bertentangan.
3. Polarisasi Opini: Media sosial sering kali menjadi tempat di mana orang-orang dengan pandangan politik atau ideologis yang sama berkumpul, menciptakan polarisasi opini yang lebih dalam dalam masyarakat. Diskusi yang berlangsung di media sosial cenderung menjadi lebih emosional dan kurang berdasarkan fakta, yang memperumit upaya untuk mencapai pemahaman yang komprehensif tentang isu-isu yang kompleks.
4. Kerusakan Psikologis: Kebenaran baru yang tercipta oleh media sosial dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan mental individu. Penyebaran berita palsu atau konten yang menyesatkan dapat menciptakan kebingungan, kecemasan, dan ketidakpercayaan terhadap informasi yang sahih. Filter bubble juga dapat memperkuat persepsi yang sempit tentang dunia, menghasilkan rasa ketidakamanan dan isolasi sosial.
5. Ketergantungan dan Gangguan Digital: Media sosial dapat menyebabkan ketergantungan dan gangguan digital, di mana pengguna menghabiskan terlalu banyak waktu secara pasif mengonsumsi konten yang dipersonalisasi tanpa memperhatikan dampaknya pada kesejahteraan mental dan interaksi sosial di dunia nyata.
Penting untuk diingat bahwa meskipun media sosial memiliki potensi untuk menyebarkan informasi yang bermanfaat dan memperluas wawasan, ada juga risiko yang terkait dengan penggunaannya. Masyarakat perlu mempraktikkan literasi media yang kuat dan kritis, serta menjadi sadar akan cara kerja media sosial dan dampaknya pada pikiran dan perasaan mereka. Organisasi, regulator, dan platform media sosial sendiri juga memiliki peran dalam mengurangi penyebaran kebenaran baru dan mempromosikan lingkungan online yang lebih sehat dan informatif. (@berbagai sumber)