Surabaya – Putusan bebas Gregorius Ronald Tannur memantik emosi dan beragam komentar masyarakat. Tak sedikit pula yang memberikan dukungan kepada keluarga korban, Dini Sera Afrianti.
Ketua DPC Peradi Surabaya Hariyanto mengatakan, pihaknya turut mengajukan amicus curiae. Hal itu dilakukan setelah melalui diskusi dengan puluhan pengacara di Kota Pahlawan.
“Total ada 30 pengacara (yang ikut mengajukan Amicus Curiae), baik dari pengurus maupun anggota (Peradi),” kata Hariyanto, Selasa (13/8/2024).
Hariyanto dan puluhan pengacara berharap, Majelis Hakim Agung tak hanya sekadar menerima amicus curiae yang telah dikirim. Namun, juga mempertimbangkan segala masukan dalam memutus perkara dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah, serta menjatuhkan pidana sesuai tuntutan jaksa penuntut umum.
Benar saja, kasus Ronald Tannur saat ini dalam tahap kasasi yang diajukan oleh Tim JPU dari Kejari Surabaya. Kini, putusan bebas Ronald Tannur yang dibuat oleh Hakim Erintuah Damanik bersama Mangapul dan Heru Hanindyo bakal ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung.
Harianto berharap, amicus curiae yang dilayangkan bisa memberikan masukan bagi Majelis Hakim Agung dalam proses kasasi. Mengingat, Amicus Curiae adalah orang perseorangan atau organisasi yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara hukum. Namun, diperbolehkan membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam perkara tersebut.
“Kami (DPC Peradi Surabaya) adalah kolegial untuk menentukan sikap. Ada rasa keadilan yang tercederai, kami harus tuangkan dalam bentuk Amicus Curiae kolektif menjadi satu kesatuan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Hariyanto menegaskan, pihaknya tak mengajukan eksmanasi atau tindakan untuk menguji atau membahas ulang sejumlah aspek dalam proses pengadilan. Sebab, kasus tengah bergulir di MA.
“Kalau belum final itu Amicus Curiae saya anggap lebih tepat. Melalui pengurus, kami melakukan ini (Amicus Curiae), karena kasus ini kan masih bergulir di MA, untuk itu yang tepat adalah Amicus Curiae, kalau eksmanasi itu kalau sudah final,” jelasnya.
Dalam Amicus Curiae yang dikirimkan, Hariyanto menyebut ada 8 poin penjelasan. Di antaranya penjelasan soal visum et repertum penyebab kematian korban, keterangan saksi, sampai keterangan ahli.
Terkait alasan baru dilakukannya hal tersebut, ia mengaku sebab dirinya menunggu salinan putusan dari pengadilan. “Tanpa itu (salinan putusan dari PN Surabaya) kami tidak asal bicara, setelah dapat, salinan putusan resmi yang diekspos, baru kami bisa bicara berdasarkan hukum yang kita ketahui,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengajuan Amicus Curiae dari Peradi Surabaya, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, pihaknya turut serta mengkritisi vonis bebas pada putra dari Edward Tannur. Maka dari itu, Amicus Curiae pun diajukan.
“Hakim tampak tidak aktif dalam menggali fakta dan hanya berorientasi pada keterangan terdakwa, menyimpulkan korban tewas akibat minuman alkohol,” kata Johanes, Selasa (13/8/2024).
Dipha menjelaskan, dokumen tersebut telah dibentuk dan dikirimkan. Menurutnya, dokumen ini telah diterima Mahkamah Agung pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 10.00 WIB.
Pengajuan Amicus Curiae itu sendiri, lanjut dia, dilakukan lantaran korban dan keluarga dalam kasus tersebut dinilai tak memperoleh keadilan yang semestinya. Bahkan, PN Surabaya juga disebut baru pertama kali menerima 18 karangan bunga yang berisi ungkapan kekecewaan publik.
“Pertama kalinya juga kan PN Surabaya menerima karangan bunga dalam jumlah yang begitu banyak,” imbuhnya.
Dipha menyatakan, penyebab kematian Dini Sera Afrianti disebabkan oleh alkohol dianggap sangat keliru dan tidak masuk akal. Kendati hasil autopsi menunjukkan adanya alkohol dalam tubuh Dini Sera Afrianti.
Menurut Dipha, kematian Dini disebabkan luka robek yang diakibatkan tekanan benda tumpul. Lalu, diperkuat dengan bukti visum et repertum dan keterangan ahli yang tak terbantahkan.
Sebagai pengacara, Dipha merasa dirinya bersama masyarakat dan rekan seprofesi harus mengawal keadilan. Salah satunya melalui amicus curiae ini dengan beberapa catatan kritis.
Sebelumnya, Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI Edward Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia dibebaskan dari segala dakwaan dan segera dibebaskan dari tahanan meski telah menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti hingga tewas.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
“Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga,” kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
“Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” imbuhnya.
Ketua DPC Peradi Surabaya Hariyanto mengatakan, pihaknya turut mengajukan amicus curiae. Hal itu dilakukan setelah melalui diskusi dengan puluhan pengacara di Kota Pahlawan.
“Total ada 30 pengacara (yang ikut mengajukan Amicus Curiae), baik dari pengurus maupun anggota (Peradi),” kata Hariyanto, Selasa (13/8/2024).
Hariyanto dan puluhan pengacara berharap, Majelis Hakim Agung tak hanya sekadar menerima amicus curiae yang telah dikirim. Namun, juga mempertimbangkan segala masukan dalam memutus perkara dan menyatakan terdakwa terbukti bersalah, serta menjatuhkan pidana sesuai tuntutan jaksa penuntut umum.
Benar saja, kasus Ronald Tannur saat ini dalam tahap kasasi yang diajukan oleh Tim JPU dari Kejari Surabaya. Kini, putusan bebas Ronald Tannur yang dibuat oleh Hakim Erintuah Damanik bersama Mangapul dan Heru Hanindyo bakal ditinjau kembali oleh Mahkamah Agung.
Harianto berharap, amicus curiae yang dilayangkan bisa memberikan masukan bagi Majelis Hakim Agung dalam proses kasasi. Mengingat, Amicus Curiae adalah orang perseorangan atau organisasi yang bukan merupakan pihak dalam suatu perkara hukum. Namun, diperbolehkan membantu pengadilan dengan memberikan informasi, keahlian, atau wawasan yang berkaitan dengan permasalahan dalam perkara tersebut.
“Kami (DPC Peradi Surabaya) adalah kolegial untuk menentukan sikap. Ada rasa keadilan yang tercederai, kami harus tuangkan dalam bentuk Amicus Curiae kolektif menjadi satu kesatuan,” imbuhnya.
Tak hanya itu, Hariyanto menegaskan, pihaknya tak mengajukan eksmanasi atau tindakan untuk menguji atau membahas ulang sejumlah aspek dalam proses pengadilan. Sebab, kasus tengah bergulir di MA.
“Kalau belum final itu Amicus Curiae saya anggap lebih tepat. Melalui pengurus, kami melakukan ini (Amicus Curiae), karena kasus ini kan masih bergulir di MA, untuk itu yang tepat adalah Amicus Curiae, kalau eksmanasi itu kalau sudah final,” jelasnya.
Dalam Amicus Curiae yang dikirimkan, Hariyanto menyebut ada 8 poin penjelasan. Di antaranya penjelasan soal visum et repertum penyebab kematian korban, keterangan saksi, sampai keterangan ahli.
Terkait alasan baru dilakukannya hal tersebut, ia mengaku sebab dirinya menunggu salinan putusan dari pengadilan. “Tanpa itu (salinan putusan dari PN Surabaya) kami tidak asal bicara, setelah dapat, salinan putusan resmi yang diekspos, baru kami bisa bicara berdasarkan hukum yang kita ketahui,” katanya.
Sementara itu, Ketua Tim Pengajuan Amicus Curiae dari Peradi Surabaya, Johanes Dipa Widjaja mengatakan, pihaknya turut serta mengkritisi vonis bebas pada putra dari Edward Tannur. Maka dari itu, Amicus Curiae pun diajukan.
“Hakim tampak tidak aktif dalam menggali fakta dan hanya berorientasi pada keterangan terdakwa, menyimpulkan korban tewas akibat minuman alkohol,” kata Johanes, Selasa (13/8/2024).
Dipha menjelaskan, dokumen tersebut telah dibentuk dan dikirimkan. Menurutnya, dokumen ini telah diterima Mahkamah Agung pada Senin (12/8/2024) sekitar pukul 10.00 WIB.
Pengajuan Amicus Curiae itu sendiri, lanjut dia, dilakukan lantaran korban dan keluarga dalam kasus tersebut dinilai tak memperoleh keadilan yang semestinya. Bahkan, PN Surabaya juga disebut baru pertama kali menerima 18 karangan bunga yang berisi ungkapan kekecewaan publik.
“Pertama kalinya juga kan PN Surabaya menerima karangan bunga dalam jumlah yang begitu banyak,” imbuhnya.
Dipha menyatakan, penyebab kematian Dini Sera Afrianti disebabkan oleh alkohol dianggap sangat keliru dan tidak masuk akal. Kendati hasil autopsi menunjukkan adanya alkohol dalam tubuh Dini Sera Afrianti.
Menurut Dipha, kematian Dini disebabkan luka robek yang diakibatkan tekanan benda tumpul. Lalu, diperkuat dengan bukti visum et repertum dan keterangan ahli yang tak terbantahkan.
Sebagai pengacara, Dipha merasa dirinya bersama masyarakat dan rekan seprofesi harus mengawal keadilan. Salah satunya melalui amicus curiae ini dengan beberapa catatan kritis.
Sebelumnya, Gregorius Ronald Tannur, anak eks anggota DPR RI Edward Tannur divonis bebas oleh hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia dibebaskan dari segala dakwaan dan segera dibebaskan dari tahanan meski telah menganiaya kekasihnya, Dini Sera Afrianti hingga tewas.
Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Erintuah Damanik mengatakan Ronald dinilai tidak terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ahmad Muzakki. Baik dalam pasal 338 KUHP atau kedua Pasal 351 ayat (3) KUHP maupun ketiga Pasal 359 KUHP dan 351 ayat (1) KUHP.
“Terdakwa Gregorius Ronald Tannur anak dari Ronald Tannur tersebut di atas tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga,” kata Erintuah saat membacakan amar putusannya di Ruang Cakra PN Surabaya, Rabu (24/7/2024).
“Membebaskan terdakwa dari seluruh dakwaan, memerintahkan terdakwa dibebaskan dari tahanan setelah putusan ini diucapkan, memberikan hak-hak terdakwa tentang hak dan martabatnya,” imbuhnya.