
Indonews.tv – Hingga kini belum diketahui apa penyebab pasti fenomena hoarding disorder ini.
Kita kadang tidak sadar berusaha ngeman (tetap menyimpan) barang-barang yang menurut kita akan bisa digunakan dikemudian hari, apakah itu disebut Hoarding Disorder ? karena kalo itu dikatan Hoarding Disorder berarti bengkel itu demikian, atau service elektronik juga dong ? BUKAN ternyata, karena mereka ada konsepnya untuk pekerjaan dan digunakan dalam waktu dekat.
Hoarding disorder atau perilaku gemar menimbun sampah diduga menjadi kondisi yang melatarbelakangi alasan seseorang menimbun sampah di rumahnya,
Hoarding disorder juga terkait dengan kondisi kesehatan mental lainnya seperti depresi, gangguan kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif (OCD), dan attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD). Karena tak banyak yang diketahui mengenai penyebab gangguan ini, tidak ada cara yang diketahui untuk mencegahnya.
Apa itu Hoarding Disorder? Lebih Jelasnya Kita Bahas Disini
Hoarding Disorder (HD) atau Gangguan Menimbun adalah kondisi psikologis di mana seseorang mengalami kesulitan yang ekstrem untuk membuang atau melepaskan barang-barang, terlepas dari nilai sebenarnya barang tersebut.
Penderitanya biasanya merasa cemas, takut, atau sangat tidak nyaman ketika harus membuang barang, sehingga akhirnya mereka terus menimbun. Akibatnya, rumah atau tempat tinggal bisa menjadi penuh sesak, berantakan, dan bahkan tidak layak huni.
Gangguan ini sudah diakui sebagai diagnosis resmi dalam DSM-5 (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders) sejak tahun 2013.
Ciri-ciri Hoarding Disorder
1. Sulit membuang barang – bahkan benda sepele seperti koran lama, kantong plastik, atau botol bekas.
2. Keyakinan bahwa barang masih berguna di masa depan (“nanti pasti kepakai”, “sayang kalau dibuang”).
3. Kecemasan berlebihan saat harus berpisah dengan barang.
4. Kekacauan ekstrem di rumah – ruangan tidak bisa difungsikan dengan normal (misalnya dapur tidak bisa dipakai karena penuh barang).
5. Gangguan sosial dan kesehatan – sulit menerima tamu, merasa malu, atau bahkan berisiko terkena penyakit karena kondisi rumah.
6. Beda dengan koleksi → kolektor menyimpan barang dengan rapi, ada tema tertentu, dan masih terorganisir. Hoarding cenderung tidak teratur, berantakan, dan tidak terkendali.
Contoh-contoh Kasus Hoarding Disorder
1. Menyimpan pakaian lama
Seseorang menolak membuang baju yang sudah tidak muat atau rusak karena merasa masih ada kenangan atau “nanti bisa dipakai lagi”.
2. Menimbun koran dan majalah lama
Rumah dipenuhi tumpukan koran bertahun-tahun karena takut kehilangan informasi, padahal tidak pernah dibaca lagi.
3. Menyimpan sampah atau barang tidak berguna
Misalnya botol plastik, kotak bekas makanan, atau kantong belanja, dengan alasan “suatu saat pasti berguna”.
4. Menolak membuang perabot rusak
Kursi patah, televisi mati, kulkas rusak tetap disimpan karena ada keyakinan bisa diperbaiki suatu hari.
5. Hoarding binatang (Animal Hoarding)
Ada orang yang memelihara puluhan bahkan ratusan hewan (kucing, anjing, burung) tanpa kemampuan merawatnya. Akibatnya, hewan-hewan jadi sakit, kurus, atau mati.
Dampak Hoarding Disorder
• Fisik: risiko kebakaran, penyakit karena debu/kotoran, terjatuh karena ruangan penuh.
• Sosial: malu menerima tamu, konflik dengan keluarga.
• Psikologis: stres, depresi, isolasi sosial.
• Ekonomi: menghabiskan banyak uang untuk membeli barang tidak perlu.
Penanganan
1. Terapi kognitif-perilaku (CBT) – membantu mengubah pola pikir tentang barang dan melatih kemampuan melepas barang.
2. Obat-obatan (misalnya antidepresan) jika ada kecemasan atau depresi menyertai.
3. Dukungan keluarga – bukan dengan memaksa membuang barang, tapi dengan pendampingan bertahap.
4. Organisasi bertahap – memulai dari satu ruangan kecil, membuat sistem donasi/barter agar tidak merasa “kehilangan”.
Jadi, hoarding disorder bukan sekadar “suka menimbun” atau “jorok”, tetapi gangguan psikologis yang serius dan bisa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Kasus Nyata Hoarding Disorder
Collyer Brothers (Kasus Terkenal di New York)
• Tokoh: Homer dan Langley Collyer, dua bersaudara eksentrik yang tinggal di Harlem, New York, awal abad ke-20.
• Kebiasaan: Mereka menimbun berbagai macam barang di rumahnya, mulai dari koran lama, piano, mesin tik, hingga suku cadang mobil.
• Kondisi rumah: Saking penuhnya barang, rumah mereka berubah jadi labirin dengan lorong-lorong kecil yang mereka buat sendiri di antara tumpukan barang.
• Tragedi:
o Tahun 1947, polisi menemukan rumah mereka penuh lebih dari 120 ton barang rongsokan.
o Homer ditemukan meninggal karena kelaparan, sedangkan Langley tewas terjebak di antara tumpukan koran dan barang-barang yang runtuh menimpanya.
o Butuh 18 hari bagi petugas untuk mengosongkan rumah itu.
Contoh Lain (Kasus Modern)
1. Animal Hoarding di Amerika
Seorang wanita ditemukan memelihara lebih dari 150 kucing di rumahnya, dalam kondisi penuh kotoran dan penyakit. Banyak kucing akhirnya mati kelaparan karena tidak terurus.
2. Hoarding di Jepang (Hikikomori)
Ada kasus individu yang mengurung diri di apartemen kecil selama bertahun-tahun, menimbun sampah rumah tangga (bungkus makanan, botol minuman, kertas) hingga lantai rumah tidak terlihat lagi. Kondisi ini sering disebut “gomi yashiki” (rumah sampah).
Pelajaran dari Kasus Nyata
• Hoarding disorder bisa mengancam nyawa, bukan sekadar “kebiasaan buruk”.
• Menimbun barang dalam jumlah ekstrem dapat menimbulkan risiko kesehatan, kebakaran, bahkan kematian.
• Butuh penanganan medis & psikologis, bukan sekadar “dibersihkan” atau “dipaksa buang barang”.