Orang Tionghoa menyebut makam atau kuburan dengan istilah bong. Namun apa jadinya jika sebuah pasar berdiri diatas bekas areal makam ini ? . Bermula dari kedatangan perantau Tionghoa ke suarabaya di abad 15. Mereka umumnya tinggal dan menetap tidak jauh dari pelabuhan Tanjung perak. Komunitas ini kemudian berkembang dan membentuk sebuah perkampungan . Orang belanda menyebutnya sebagai Chinese Kwartier atau kampong Cina.
Karena arus jaman dan perkembangan kota yang pesat. Makam atau bong banyak tergusur berubah menjadi pemukiman penduduk bahkan pasar. Seperti Pasar Bong di jalan slompretan ini . di jaman belanda Pasar Bong disebut juga Chineesche Brestraat atau jalan cina lebar. Terkenal sebagai pasar hewan utamanya burung dan ayam.
Bagian depan pasar terdapat pos panggung dengan menyisakan sedikit lahan parkir dibawah. Pasar ini tidak terlalu luas hanya satu gang yang dipecah menjadi dua. Lebarnya kurang lebih dua meteranmembaur dengan rumah penduduk yang dijadikan toko. Produk yang dijual bakalan kain dan textile serta busana muslim.
Sebagai bekas kuburan beberapa rumah penduduk dibanguan diatas nakam, trelihat dari bekas bangunan makam yang kokoh dengan dinding tebal berbentuk setengah lingkaran. Ditengah maraknya serbuan pusat perbelanjaan modern, Pasar Bong tetap eksis. Ratusan bahkan milyaran rupiah berputar setiap bulan dipasar ini. Sementara tidak sedikit pasar tradisioanal yang redup tergerus pesatnya pasar modern. Pasar Bong bukan hanya menyimpan perjalanan sejarah besar namun menjadi bagian perjalanan hidup warga kota surabaya